PENTINGNYA IJTIHAD
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM...............
"Siapa saja yang menafsirkan Al-Quran tanpa ilmu, maka ia sedang mencari tempatnya di api neraka"
Satu hal penting yang harus kita fahami yaitu mengenai sumber hukum : Al-Quran, Assunnah, Qiyash dan Ijma Sahabat. terlepas dari 4 hal ini bukanlah sumber hukum termasuk dalih yang disampaikan teman-teman yang secara tidak langsung sadar atau tidak menjadi kan "AKAL" Sebagai hukum "Akal sebagai solusi", penting untuk di ingat bahwa Rasulullah telah meninggal kan 2 sumber hukum Islam yaitu AL-QURAN & AS-SUNNAH,
"AKAL BUKAN SUMBER HUKUM"
Runtuhnya negara Khilafah dan seiring menurunnya pemahaman islam di kalangan kaum muslim, umat islam telah dikuasai oleh pemikiran2 asing berkedok islam, salah satu yang paling berbahaya dari konsep2 asing itu adalah gagasan akal sebagai sumber hukum, baik secara implisit maupum eksplisit, misalnya melalui konsep manfaat sebagai tolok ukur untuk menilai hukum syara'
Pemikiran tsb telah dipropaganda kepada kaum muslim dan sebagai umat islam telah mengadopsinya, kita ketahui bahwa HUKUM SYARA' adalah seruan pembuat hukum (syari') mengenai perbuatan hamba, dengan kata lain setiap hukum islam membutuhkan adanya seruan dari Allah SWT dan hal ini harus ditunjukkan oleh wahyu, sedangkan akal manusia bukanlah penerima wahyu, Karena itu kita harus merujuk kepada sesuatu yang sudah dipastikan sebagai wahyu yaitu Kitabullah dan sunnah rasulullah, dan yang ditunjukkan oleh keduanya sebagai wahyu yakni Ijma' Sahabat dan Qiyas yang mengandung 'illat syar'iyyah di dalam teksnya.
Perlu ditegaskan kembali bahwa hukum Allah Swt, tidak dapat ditentukan atau dinilai berdasarkan akal manusia yang serba terbatas, Malah, peran syariat adalah mengubah kecenderungan manusia dari hawa nafsunya kepada keadilan dan rahmat Allah SWT.
Manusia tidak diperkenankan mengunakan akal untuk membuat hukum karena akal bukanlah sumber wahyu sehingga tidak bisa menjadi sumber hukum syara'. Imam Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadist bahwa nabi SAW bersabda "Siapa saja yang menafsirkan Al-Quran menurut pendapatnya sendiri, maka ia sedang mencari tempatnya di api neraka", dalam riwayat lain dikatakan "Siapa saja yang menafsirkan Al-Quran tanpa ilmu, maka ia sedang mencari tempatnya di api neraka"
HR. Abu Daud dan Tirmidzi " Siapa saja yang menafsirkan Al-Quran berdasarkan pendapatnya semata, meskipun pendapatnya itu benar, ia telah melakukan dosa".
Hukum Allah SWT, tidak dapat dinilai oleh akal karena otoritas membuat hukum hanyalah milik Allah SWT, akal pun tidak dapat menilai petunjuk Allah SWT yang mengatur kehidupan kita, Akal pun tidak dapat menilai petunjuk Allah SWT. Tentang cara-cara menegakkan islam, Kedua hal ini berada di luar jangkauan akal manusia dan jika dilakukan maka dianggab berdosa.
Imam Syatibi dalam AL-Muwaafaqaat fi Ushl Al-Ahkam ( jilid 2 hal 25) mengatakan , "tujuan syariat adalah untuk membebaskan manusia dari belenggu hawa nafsunya sehingga menjadi hamba Allah yang sejati, dan itulah maslahat yang sesungguhnya", beliau melanjutkan "Melanggar syariat dengan dalih mengikuti tujuan syariat (Maqasid asy-syari'at) ialah ibarat orang yang lebih mementingkan ruh daripada jasad. Berhubung jasad tidak dapat hidup tanpa ruh, maka ruh tanpa jasadpun tidak ada artinya"
Jadi untuk mengetahui metode islam dalam menegakkan negara khilafah, kita perlu menyadari bahwa hal ini merupakan bagian dari hukum syara' dan oleh karena itu kita harus menggalinya dari dalil-dalil syariat. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui proses ijtihad
Ketiadaan negara khilafah sesungguhnya merupakan hal baru yang belum pernah terjadi dalam sejarah kaum muslim sebelumnya, Kaum muslim tidak pernah mengalami situasi di mana negara khilafah diruntuhkan dan digantikan oleh sistem kufur., oleh karena itu, masalah ini membutuhkan ijtihad, karena kita tidak dapat mengikuti hasil ijtihad atau menentukan hukum yang dikeluarkan oleh ulama terdahulu, karena memang mereka tidak pernah menghadapi situasi dan masalah seperti yang kita hadapi sekarang ARTINYA mereka pun tidak pernah menggali hukum Allah berkaitan dengan kondisi status Quo seperti yang kini kita alami.
Dengan demikian, kita perlu memahami apa sebetulnya yang dimaksud dengan ijtihad, serta batasan dan syarat-syaratnya..
"Siapa saja yang menafsirkan Al-Quran tanpa ilmu, maka ia sedang mencari tempatnya di api neraka"
Satu hal penting yang harus kita fahami yaitu mengenai sumber hukum : Al-Quran, Assunnah, Qiyash dan Ijma Sahabat. terlepas dari 4 hal ini bukanlah sumber hukum termasuk dalih yang disampaikan teman-teman yang secara tidak langsung sadar atau tidak menjadi kan "AKAL" Sebagai hukum "Akal sebagai solusi", penting untuk di ingat bahwa Rasulullah telah meninggal kan 2 sumber hukum Islam yaitu AL-QURAN & AS-SUNNAH,
"AKAL BUKAN SUMBER HUKUM"
Runtuhnya negara Khilafah dan seiring menurunnya pemahaman islam di kalangan kaum muslim, umat islam telah dikuasai oleh pemikiran2 asing berkedok islam, salah satu yang paling berbahaya dari konsep2 asing itu adalah gagasan akal sebagai sumber hukum, baik secara implisit maupum eksplisit, misalnya melalui konsep manfaat sebagai tolok ukur untuk menilai hukum syara'
Pemikiran tsb telah dipropaganda kepada kaum muslim dan sebagai umat islam telah mengadopsinya, kita ketahui bahwa HUKUM SYARA' adalah seruan pembuat hukum (syari') mengenai perbuatan hamba, dengan kata lain setiap hukum islam membutuhkan adanya seruan dari Allah SWT dan hal ini harus ditunjukkan oleh wahyu, sedangkan akal manusia bukanlah penerima wahyu, Karena itu kita harus merujuk kepada sesuatu yang sudah dipastikan sebagai wahyu yaitu Kitabullah dan sunnah rasulullah, dan yang ditunjukkan oleh keduanya sebagai wahyu yakni Ijma' Sahabat dan Qiyas yang mengandung 'illat syar'iyyah di dalam teksnya.
Perlu ditegaskan kembali bahwa hukum Allah Swt, tidak dapat ditentukan atau dinilai berdasarkan akal manusia yang serba terbatas, Malah, peran syariat adalah mengubah kecenderungan manusia dari hawa nafsunya kepada keadilan dan rahmat Allah SWT.
Manusia tidak diperkenankan mengunakan akal untuk membuat hukum karena akal bukanlah sumber wahyu sehingga tidak bisa menjadi sumber hukum syara'. Imam Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadist bahwa nabi SAW bersabda "Siapa saja yang menafsirkan Al-Quran menurut pendapatnya sendiri, maka ia sedang mencari tempatnya di api neraka", dalam riwayat lain dikatakan "Siapa saja yang menafsirkan Al-Quran tanpa ilmu, maka ia sedang mencari tempatnya di api neraka"
HR. Abu Daud dan Tirmidzi " Siapa saja yang menafsirkan Al-Quran berdasarkan pendapatnya semata, meskipun pendapatnya itu benar, ia telah melakukan dosa".
Hukum Allah SWT, tidak dapat dinilai oleh akal karena otoritas membuat hukum hanyalah milik Allah SWT, akal pun tidak dapat menilai petunjuk Allah SWT yang mengatur kehidupan kita, Akal pun tidak dapat menilai petunjuk Allah SWT. Tentang cara-cara menegakkan islam, Kedua hal ini berada di luar jangkauan akal manusia dan jika dilakukan maka dianggab berdosa.
Imam Syatibi dalam AL-Muwaafaqaat fi Ushl Al-Ahkam ( jilid 2 hal 25) mengatakan , "tujuan syariat adalah untuk membebaskan manusia dari belenggu hawa nafsunya sehingga menjadi hamba Allah yang sejati, dan itulah maslahat yang sesungguhnya", beliau melanjutkan "Melanggar syariat dengan dalih mengikuti tujuan syariat (Maqasid asy-syari'at) ialah ibarat orang yang lebih mementingkan ruh daripada jasad. Berhubung jasad tidak dapat hidup tanpa ruh, maka ruh tanpa jasadpun tidak ada artinya"
Jadi untuk mengetahui metode islam dalam menegakkan negara khilafah, kita perlu menyadari bahwa hal ini merupakan bagian dari hukum syara' dan oleh karena itu kita harus menggalinya dari dalil-dalil syariat. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui proses ijtihad
Ketiadaan negara khilafah sesungguhnya merupakan hal baru yang belum pernah terjadi dalam sejarah kaum muslim sebelumnya, Kaum muslim tidak pernah mengalami situasi di mana negara khilafah diruntuhkan dan digantikan oleh sistem kufur., oleh karena itu, masalah ini membutuhkan ijtihad, karena kita tidak dapat mengikuti hasil ijtihad atau menentukan hukum yang dikeluarkan oleh ulama terdahulu, karena memang mereka tidak pernah menghadapi situasi dan masalah seperti yang kita hadapi sekarang ARTINYA mereka pun tidak pernah menggali hukum Allah berkaitan dengan kondisi status Quo seperti yang kini kita alami.
Dengan demikian, kita perlu memahami apa sebetulnya yang dimaksud dengan ijtihad, serta batasan dan syarat-syaratnya..
No comments:
Post a Comment