Dalam sebuah buku yang berjudul Non Verbal Communication
System, DC. Leather mengutip pendapat yang dikemukakan Kefgen dan Touchie
Ospecht tentang busana. Keduanya menyatakan bahwa busana memiliki tiga fungsi,
yaitu :
(1)
Differensiasi
(2)
Perilaku
(3)
Emosi
Dengan busana orang membedakan dirinya
dengan orang lain, Busana memberikan identitas
Di era modern saat ini wanita
mengalami aleinasi (keterasingan jati dirinya). Mereka mencari identitas dengan
memakai pakaian-pakaian yang sedang ngetrend, untuk memperteguh dirinya, ia
berusaha mencari busana yang melambangkan status barunya, kalangan wanita hight
class tergila-gila dengan busana rancangan dalam maupun luarnegeri. Mereka menjadi
pelanggan tetap karya-karya designer terkenal seperti John Galliano, Sammuel
Wattimena, dll.
Akhir-akhir ini busana
muslimah mulai marak dikenakan wanita, inovasi model, motif dan aksesoris
busana tersebut makin kreatif dan variatif, hampir semua kalangan wanita menyukainya,
tidak pandang usia dan status sosial dari anak-anak hingga orang dewasa, dari
kalangan atas hingga ekonomi bawah, termasuk kita –anda dan saya- hal ini
menandakan bahwa busana muslimah sudah mulai dicintai, suatu hal yang patut
disyukuri -Alhamdulillah-.
Namun trend mode busana
muslimah ini harus juga disertai dengan penjelasan yang benar dan gamblang
bagaimana berbusana muslimah yang benar dan sempurna itu, apakah sudah cukup
dengan melilitkan kerudung tipis dikepalanya? Sementara leher dan telinga masih
tampak? Apakah muslimah sudah memakai jilbab dengan memakai celana dan kemeja
ekstra ketat menonjolkan lekuk tubuhnya, meskipun pada kenyataannya pakaian
tersebut menutupi sekujur permukaan tubuh? Lalu bagaimana seharusnya berbusana
muslimah yang benar? Apasaja perangkat dan syaratnya? Dan bagian tubuh mana
sajakah yang menjadi batasan aurat wanita?
Taqiyuddin An-Nabani
menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Nidzam Al-‘Ijtima’ bahwa batasan aurat
wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya, Sebagaimana
Firman Allah SWT dalam Quran Surat An-Nur : 31
“…Janganlah kalian menampakkan
perhiasannya, kecuali yang biasa tampak darinya”
Dan Sabda Rasulullah :
“Ya Asma, sesungguhnya perempuan
itu jika dia telah hadi dan baligh, tidak pantas untuk ditampakkan dari
tubuhnya kecuali ini dan ini sambil menunjuk wajahnya dan telapak tangannya”
Imam Al-Qurtubi menyatakan : “berkenaan
dengan wajah dan telapak tangan, maka terbukanya keduanya merupakan suatu
kebiasaan ibadah baik dalam haji dan shalat” (Tafsir Al-Qurtubhiy, juz 12 : 229).
Imam Jamakhsyariy menyatakan dalam kitab tafsir Al-Kasysyaf bahwa tidak mungkin
wanita melepas sesuatu dari kedua tangannya dan tidak akan lepas kebutuhan untuk
membuka wajahnya, khususnya dalam masalah persaksian, pengadilan dan
pernikahan. Pada masa Rasulullah SAW, kaum wanita membuka wajah dan telapak
tangannya tatkala mereka berhadapan dengan Rasulullah SAW. beliau tidak
melarangnya. Mereka pun menampakkan muka dan kedua telapak tangannya di
pasar-pasar di jalan-jalan dan lain sebagainya.
Syara’ mensyaratkan pakaian
untuk menutup aurat wanita tidak boleh tipis dan memperlihatkan lekuk tubuh. Hal
ini dipahami dari komentar Rasulullah ketika kakak iparnya Asma Binti Abu Bakar
lewat di depannya dengan mengenakan pakaian tipis, Rasulullah SAW menganggap
tipisnya kain itu menampakkan aurat. Oleh sebab itulah Rasulullah SAW berpaling
seraya memerintahkan Asma’ untuk menutup auratnya, yaitu sampai tidak terlihat
warna kulitnya. Demikian juga diriwayatkan dari Usamah Bin Said ra : “Rasulullah
pernah memberikan kepadaku kain Qibthi (sejenis pakaian tipis). Kemudian kain
tersebut kuberikan kepada istriku, maka tegur Rasulullah kepadaku : mengapa
tidak kamu pakai saja kain Qibthi itu? Saya menjawab : “Ya Rasulullah, kain itu
telah kuberikan kepada isteriku”, maka sabda Rasulullah SAW :”suruhlah dia
mengenakan pula baju di dalamnya (kain tipis itu), karena aku kuatir nampak
lekuk-lekuk tubuhnya” (HR. Ahmad).
Lalu apa saja perangkat busana
yang dipakai wanita muslimah dalam kehidupan umum di tengah-tengah masyarakat? Pada
saat wanita keluar rumah, maka syara’ mewajibkan wanita mengenakan dua
perangkat pakaian yaitu jilbab dan khimar (kerudung). Perintah Allah yang
berkenaan dengan mengenakan kerudung bagi wanita pada saat keluar rumah
terdapat pada firman Allah SWT:
“Katakanlah kepada wanita yang
beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak darinya ,
dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya” (TQS. An-Nur : 31)
Kerudung atau khimar merupakan
suatu yang menutupi kepala, lehar dan dada tanpa menutup wajah, dulu masa
jahiliyah banyak wanita berpakaian bertentangan dengan ajaran Islam, mereka
memahami kerudung tetapi dilipat kebelakang dan bagian depannya menganga lebar
sehingga bagian telinga dan dada mereka
tampak, jika kita telisik di zamah kekinian, banyak orang berkerudung dengan
memperlihatkan bagian dadanya, tak jarang dililit ke leher atau bahkan kerudung
sekedar penutup kepala bagian atas, padahal kerudung adalah selembar kain yang
tebal sehingga tidak menampakkan warna kulit dan menjulur menutupi sekitar
wilayah dada.
Inilah jenis pakaian penutup
bagian atas tubuh wanita, adapun
mengenai model dan cara pemakaian kerudung haruslah sederhana dan tidak
terlalu mencolok baik dari segi warna maupun bentuk sehingga menarik perhatian
laki-laki. Perhatikan Firman Allah SWT :
“…Janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang jahiliyah dahulu “ (TQS. Al-Ahzab: 33)
Diriwayatkan dari Ummu Salamah
ra, Nabi SAW pernah menemui Ummu Salamah yang pada waktu itu sedang memperbaiki
letak kerudungnya, maka sabda beliau saw yang artinya :
“lipatkan sekali jangan dua
kali” (HR. Abu Daud)
Perangkat keluar rumah
berikutnya adalah JILBAB, Firman Allah SWT :
“Wahai nabi, katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang-orang mukmin,
hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab nya keseluruh tubuh mereka” (TQS.
Al-Ahzab : 59)
Makna jilbab dalam kamus
Al-Muhit adalah pakaian lebar dan longgar untuk wanita serta dapat menutup
pakaian wanita sehari-hari (tsaub). Pengertian ini bersandar dari hadist
Rasulullah saw, yang diriwayatkan oleh Ummu Athiyah ra “Rasulullah saw,
memerintahkan kepada kami untuk keluar pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha,
baik para gadis yang sedang haid maupun yang sudah menikah. Mereka yang sedang
haid tidak mengikuti shalat dan mendengarkan kebaikan dan nasehat-nasehat
kepada kaum muslimin, Maka Ummu Athiyah berkata : “Yaa, Rasulullah ada seorang
diantara kami yang tidak memiliki jilbab” maka Rasulullah SAW bersabda yang
artinya:
“ Hendaklah saudaranya
meminjamkan kepadanya” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi dan Nasa’i)
Hadist tersebut menjelaskan
seorang wanita yang hanya mempunyai pakaian sehari-hari tetapi tatkala keluar
rumah ia tidak memiliki jilbab, maka Rasulullah saw, memerintahkan untuk
meminjam jilbab saudaranya, artinya ia wajib mengenakan jilbab apabila keluar
dari rumahnya, Syara’ telah menetapkan bentuk jilbab secara nyata, yaitu jubah
longgar, yang tidak menampakkan warna kulit dan tidak terputus dari atas hingga
bawah sekali ulur, Demikianlah Islam mengatur bagaimana agar wanita dapat
mengenakan pakaian muslimah dengan benar. Busana muslimah tersebut terdiri dari
dua perangkat yaitu KHIMAR DAN JILBAB yang menutupi seluruh bagian tubuh kecuali
wajah dan kedua telapak tangan dan tentu saja tidak memperlihatkan kulit dan
lekuk-lekuk tubuh.
Wallahu’alam
Yuuukk Berbusana Muslimah yang Benar!! ^-^
Bandung, 16 Februari 2014
-Mye Gucci-