setting

Mye Gucci: Gaya, Ala Hijabers Dalam Menutup Aurat

02 November 2013

Gaya, Ala Hijabers Dalam Menutup Aurat

Mye Gucci
Oleh: Arini Retnaningsih

Berbagai komunitas muslimah pemakai kerudung belakangan ini  bermunculan bak cendawan di musim hujan.  Rata-rata mereka menggunakan kata hijab sebagai identitas, seperti Komunitas hijab Indonesia, Hijabers Mom Community, Hijabers Community, dan sebagainya.  Kemunculan mereka membawa style tersendiri dalam berkerudung, yang kemudian menjadi semacam trend.  Gaya kerudung bertumpuk, berpilin, membentuk bunga, dan berbagai gaya pashmina.   Dengan alasan muslimah tetap dapat tampil cantik sekalipun menutup aurat, mereka mencoba untuk membuat kerudung menjadi bagian dari fashion.

Tak dapat dipungkiri bahwa komunitas hijabers ini menjadi daya tarik tersendiri bagi muslimah di Indonesia.  Banyak di antara mereka memutuskan untuk mengenakan kerudung dan menutup aurat setelah bergabung dengan komunitas ini.  Keinginan mereka untuk menutup aurat namun tetap tampil cantik dan modis tersalurkan.

Sekalipun di sisi tersebut positif, ada beberapa hal yang perlu diluruskan dari pemahaman para hijabers ini terkait dengan gaya menutup aurat mereka.  Dari pemahaman dasar yang memotivasi mereka menutup aurat, standar yang mereka gunakan, tujuan dari menutup aurat, sampai pada hukum syara’ terkait dengan tata cara menutup aurat.

Semata Karena Allah

Seorang muslim wajib untuk menyandarkan semua niat perbuatannya semata karena Allah, karena hakekat hidupnya adalah ibadah.  Allah SWT berfirman :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”(Adz-Dzaariyat : 56).

Al Qurthubi dalam tafsir ayat ini menyatakan, “Makna asal dari ibadah adalah perendahan diri dan ketundukan.  Berbagai beban syariat yang diberikan kepada manusia dinamakan ibadah, karena mereka harus melaksanakannya dengan penuh ketundukan.”

Ibnu Katsir menyatakan: “makna beribadah kepada-Nya adalah menaati-Nya dengan cara melakukan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang.”

Seorang muslim, saat berhadapan dengan apa yang diperintahkan Allah, maka tidak ada pilihan baginya kecuali tunduk patuh kepada Allah.  Allah SWT berfirman :

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (Al Ahzab : 36).

Maka saat Allah sudah menetapkan suatu aturan, manusia tidak berhak untuk menperdebatkannya, kemudian mereka mencari alternatif yang mereka anggap lebih baik.  Baik atau buruk, hanya Allah yang mengetahuinya.  Apa yang dianggap manusia baik dan ia sukai, belum tentu baik dalam pandangan Allah.  Allah SWT berfirman :

وَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَن تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 216).

Menutup aurat merupakan bagian dari ibadah karena menjalankan perintah Allah.  Ini adalah salah satu bentuk ketaatan kepada Allah.  Karena itu, apa pun bentuk dari menutup aurat, ketika jelas merupakan perintah Allah, seorang muslimah tidak layak untuk mendebat, mencari alternatif lain, mereka-reka, ataupun menyimpangkan tujuan dari perintah tersebut.

Dengan demikian, untuk kesempurnaan ibadah ini, muslimah harus mencari tahu seperti apakah menutup aurat yang diperintahkan oleh Allah, jilbab dan kerudung seperti apakah yang ditetapkan, dan untuk apa dia mengenakannya, sehingga pelaksanaan dari kewajiban ini tidak menyimpang.

Tujuan Menutup Aurat

Banyak perempuan yang berpendapat, bahwa Allah telah menciptakan perempuan sebagai makhluk yang cantik, maka kecantikan itu harus ditampakkan.  Bahkan ada yang menyatakan bahwa tampil cantik adalah fitrah perempuan yang tak dapat ditinggalkan.  Maka, tampil cantik, berdandan dan berhias adalah lekat dengan perempuan.

Betul, perempuan suka perhiasan bahkan dia sendiri adalah perhiasan.  Rasulullah saw bersabda :

“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah perempuan yang shalihah.” (HR Muslim dan Ahmad).

Namun, fitrah manusia semestinya diletakkan dalam kerangka ketundukan kepada aturan Allah.  Beragama adalah fitrah, tetapi manusia tidak diberikan kebebasan untuk mengekspresikan fitrahnya melainkan diharuskan tunduk pada aturan Allah dalam bentuk ibadah mahdhah.  Begitupun kemarahan yang muncul pada seseorang ketika ada hal yang tidak disukainya adalah fitrah, namun tidak berarti ia lantas boleh meluapkan kemarahan sesukanya.

Berhias, yang merupakan bagian fitrah perempuan, juga diatur sedemikian rupa bagi kemaslahatan kehidupan manusia.  Allah membolehkan perempuan mengekspresikan fitrah kecantikannya di dalam rumah, di hadapan suami atau mahramnya.

Allah SWT berfirman :

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“…dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An Nuur : 31).

Ayat ini membatasi kepada siapa sajakah perempuan boleh untuk menampakkan perhiasannya, yaitu anggota tubuhnya yang merupakan tempat melekatnya perhiasan yang menjadi inti kecantikannya.

Ayat ini kemudian diperkuat dengan ayat yang melarang tabarruj bagi perempuan.  Firman Allah SWT :

وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ ۖ وَأَن يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan (bertabarruj), dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana.” (QS. An Nuur : 60).

Bila perempuan tua yang sudah menopause dan tidak memiliki hasrat menikah lagi saja tidak diperbolehkan tabarruj, maka apalagi perempuan-perempuan muda, semestinya mereka lebih menjauhkan diri dari tabarruj.

Tabarruj adalah perbuatan yang dilakukan untuk menonjolkan kecantikan dan menarik perhatian lawan jenis.  Larangan tabarruj  berarti fitrah perempuan untuk tampil cantik ditempatkan oleh syara’ dalam kehidupan khususnya di hadapan suami dan mahram.

Tidak dapat diingkari bahwa kecantikan perempuan memiliki daya tarik yang besar bagi laki-laki.  Bila perempuan berlomba untuk menonjolkan kecantikannya, maka orientasi interaksi yang terjadi antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan publik akan mengalami pergeseran dari apa yang dikehendaki syara’.

Syara’ menjadikan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang terjadi di kehidupan umum adalah hubungan ta’awun (kerjasama) antara mereka dalam menjalankan berbagai taklif hukum syara’, misalnya dakwah, pendidikan, perdagangan, perindustrian dan sebagainya.

Ta’awun yang produktif antara laki-laki dan perempuan hanya dapat dicapai apabila pertemuan mereka dalam kehidupan umum bersih dari munculnya hasrat dan ketertarikan terhadap lawan jenisnya.  Munculnya hasrat dan ketertarikan akan menyebabkan terpecahnya konsentrasi terhadap taklif syara’, menyibukkan mereka dengan aktivitas untuk mencari perhatian , menjaga penampilan, dan seterusnya.

Dengan tujuan melangsungkan ta’awun yang produktif antara laki-laki dan perempuan inilah, Islam mensyariatkan perempuan untuk menutup aurat, menggunakan kerudung dan jilbab saat keluar rumah.

Dari penjelasan di atas, mengenakan kerudung dan jilbab adalah untuk menjadikan kecantikan perempuan tidak tereksploitasi dalam kehidupan umum, sehingga ta’awun laki-laki dan perempuan bisa berlangsung semata karena memenuhi apa yang telah Allah bebankan kepada mereka.  Bukan sebaliknya, perempuan menonjolkan kecantikannya.  Maka paradigma menutup aurat harus diubah, bukan untuk tampil cantik, tetapi menyembunyikan sebagian kecantikan tersebut.

Memang betul Allah suka keindahan, tetapi ketika Allah menetapkan hukum, tentu Allah lebih suka hukum itu dijalankan.  Bukan mengedepankan keindahan agar disukai Allah tetapi pada saat yang sama mengabaikan hukum-hukum Allah.  Sungguh Allah lebih tahu apa yang terbaik bagi perempuan dengan pensyariatan jilbab dan kerudung dan melarang mereka untuk berhias yang menampakkan kecantikannya.  Allah Maha Mengetahui yang terbaik bagi hamba-Nya.

Dengan demikian seorang muslimah yang mengenakan kerudung dan jilbab, harus menjadikan tujuan perbuatannya adalah semata taat kepada Allah, bukan untuk tujuan-tujuan lain seperti tampil cantik, modis, dan seterusnya.  Maka ia tunduk terhadap aturan bagaimana menutup aurat dengan kerudung dan jilbab yang benar.

Jilbab, Kerudung dan Hijab

Di tengah masyarakat terjadi kerancuan antara jilbab, kerudung dan hijab.  Banyak di antara mereka yang menyamakan ketiganya, padahal ketiga hal tersebut adalah syariat yang berbeda.

Dalil wajibnya kerudung adalah al Qur’an surat An-Nuur ayat 31 :

وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ

“….dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung (khimar) mereka hingga (menutupi) dada mereka…” (QS. An-Nuur : 31).

Kerudung adalah kain yang digunakan untuk menutupi kepala sampai ke dada dengan menyisakan bagian wajah.  Kerudung ini adalah pakaian bagian atas bagi perempuan.  Kerudung berbeda dengan jilbab, yang diwajibkan dengan QS. Al Ahzab ayat 59 :

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab : 59)

Kata “jalaabiibihinna” dalam ayat ini adalah bentuk jamak dari “jilbaabun”. “Jilbaabun”, dalam kamus Al-Muhith adalah “milhaafah wa mulaa’ah”, yaitu baju yang serupa dengan mantel (menjulur), sedangkan dalam tafsir Ibnu Abbas, “jilbaabun” adalah kain penutup, atau baju luar seperti mantel (Tafsir Ibnu Abbas, hal 426). Jilbab juga berarti “baju panjang (mulaa’ah) yang meliputi seluruh tubuh wanita” (Tafsir Jalalain hal 248). Sedangkan dalam Shofwatut Tafaasir, Imam ash-Shobuni, Jilbab diartikan sebagai baju yang luas (wasi’) yang menutupi tempat perhiasan wanita (auratnya).  Hamka, ahli tafsir dari negeri kita sendiri mendefinisikan jilbab sebagai baju kurung yang panjang.

Berdasarkan penjelasan ayat ini, jelaslah bahwa makna jilbab adalah pakaian luar yang luas yang wajib digunakan oleh muslimah diluar pakaian rumahnya (mihnah), yang berbentuk seperti mantel (milhaafah atau mulaa’ah).  Jilbab ini adalah pakaian muslimah bagian bawah. Jadi jilbab bukan kerudung, karena diperintahkan untuk mengulurkannya ke tubuh, yaitu menutup bagian tubuh  ke bawah, bukan ke atas.

Sedangkan hijab, dalil yang dipakai adalah QS. Al Ahzab 53:

وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِن وَرَاءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ

Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang hijab (tabir). Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.

Makna hijab adalah tabir yang menghalangi perempuan dari penglihatan laki-laki, dalam berpakaian disebut juga burka atau cadar.  Hijab tidak wajib bagi muslimah karena dikhususkan untuk istri Rasulullah saw.  Ini nampak dari ayat Al Ahzab 53 secara lengkap yang artinya sebagai berikut :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah. “

Makna hijab, yakni penghalang,  tidak tepat untuk diterapkan pada kerudung dan jilbab, karena keduanya tidak menghalangi pandangan sama sekali dari laki-laki terhadap perempuan, melainkan masih menyisakan wajah dan dua telapak tangan yang boleh terlihat.

Dengan demikian, cara berpakaian muslimah yang benar adalah menggunakan jilbab dan kerudung yang menutupi seluruh tubuhnya kecuali muka dan kedua telapak tangan.

Larangan Tabarruj

Berdandan adalah hal yang tidak bisa dilepaskan dari seorang perempuan.  Namun syara’ mengatur cara berdandan ini untuk menghilangkan fitnah yang mungkin terjadi saat perempuan keluar rumah.

Berdandan dengan hal yang dimubahkan oleh syara’ tidak mengapa bagi seorang perempuan.  Sebagai contoh mengenakan celak, mengenakan cincin, gelang, jam tangan, atau bros yang dalam batas kewajaran, menyapukan bedak secukupnya pada wajah, semua hal tersebut adalah berdandan yang diperbolehkan.  Begitu pula mengenakan pakaian dengan  berbagai warna dan corak : merah, pink, biru, berbunga-bunga, batik dan sebagainya selama dalam batas tidak di luar kebiasaan umum masyarakat.

Sedangkan tabarruj yaitu menampakkan perhiasan yang dilarang dan menonjolkan kecantikan kepada laki-laki bukan mahram adalah haram seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.  Tabarruj dilakukan oleh seorang perempuan melalui penampilan yang tidak biasa ditampilkan oleh umumnya perempuan dalam kehidupan sehari-hari, baik dengan pakaian, perhiasan, riasan maupun gerakan tertentu.

Perbuatan yang termasuk tabarruj antara lain :

1. Membuka sebagian aurat

Wanita yang mengenakan topi kepala tanpa berkerudung, mengenakan celana tanpa mengenakan jilbab, mengenakan kerudung yang hanya membalut kepala sedang lehernya kelihatan, mengenakan jilbab lengan pendek, menutup rambut dan badannya tetapi bila membungkuk terlihat bagian bawah punggungnya, dan sebagainya, termasuk dalam tabarruj.  Hal ini haram karena menyimpang dari aturan tentang jilbab dan kerudung yang telah dijelaskan di atas.

2. Mengenakan pakaian tipis atau ketat yang merangsang

Wanita yang mengenakan pakaian tipis, atau memakai busana ketat dan merangsang termasuk dalam kategori tabarruj. Nabi saw bersabda:

“Ada dua golongan manusia yang menjadi penghuni neraka, yang sebelumnya aku tidak pernah melihatnya; yakni sekelompok orang yang memiliki cambuk seperti seekor sapi yang digunakan untuk meyakiti umat manusia; dan wanita yang membuka auratnya dan berpakaian tipis merangsang, berlenggak-lenggok dan berlagak, kepalanya digelung seperti punuk unta. Mereka tidak akan dapat masuk surga dan mencium baunya. Padahal, bau surga dapat tercium dari jarak sekian-sekian.” (HR. Imam Muslim).

Dan juga sabda Rasul saw:

“Betapa banyak wanita-wanita yang telanjang, berpakaian tipis merangsang, dan berlenggak-lenggok. Mereka tidak akan masuk ke dalam surga dan mencium baunya.” (HR. Imam Bukhari)

Berpakaian tipis adalah berpakaian namun masih menampakkan warna kulitnya.  Seperti mengenakan kerudung tipis yang masih menampakkan rambut di bawahnya.  Hal yang sama hukumnya adalah berpakaian ketat sehingga membentuk lekuk tubuhnya, seperti yang banyak kita jumpai, perempuan mengenakan baju lengan panjang dan kerudung, tetapi mengenakan celana ketat yang membentuk kakinya.  Bahkan ada yang mengenakan celana ketat sewarna kulit sehingga dari jauh seperti telanjang.

Begitu juga perempuan yang melilitkan kerudung atau mengenakan penutup leher yang ketat membentuk leher, dengan atau tanpa kerudung luar yang biasanya tipis.

3. Mengenakan Wewangian Di Hadapan Lelaki yang bukan Mahram

Nabi saw bersabda:

“Siapapun wanita yang memakai wewangian kemudian melewati suatu kaum agar mereka mencium baunya, berarti ia telah berzina.”[HR. Imam al-Nasaaiy]

Imam Muslim juga meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Nabi saw bersabda:

“Setiap wanita yang memakai wewangian,  janganlah ia mengerjakan solat ‘Isya’ bersama kami.”[HR. Muslim].

4. Berdandan menor dan berlebihan

Berdandan atau bersolek tidak seperti biasanya atau berlebihan di luar rumah adalah termasuk tabarruj. Misalnya memakai bedak tebal, eye shadow, lipstick dengan warna mencolok dan merangsang, dan lain sebagainya. Sebab, semua tindakan ini ditujukan untuk menampakkan kecantikan dirinya kepada orang yang bukan mahram.

5. Mengenakan sesuatu di luar kelaziman dan kebiasaan

Perempuan yang mengenakan sesuatu di luar kebiasaan perempuan di lingkungannya termasuk tabarruj karena sifatnya yang dapat menarik perhatian dari lawan jenis.  Di antara yang termasuk dalam kategori ini adalah mengenakan perhiasan yang mencolok seperti bros atau cincin yang besar dan tidak lazim, memakai kerudung namun mengenakan kalung atau anting yang dikeluarkan dari kerudung, mengenakan kerudung yang dililitkan di leher dengan berbagai model seperti ujungnya dibentuk bunga, ditambahkan kepangan kerudung berbagai warna, atau mengenakan kerudung bertumpuk-tumpuk yang tidak lazim seperti gaya sebagian hijabers.

Begitu pula perempuan yang mengenakan baju merah di masyarakat yang semua perempuannya mengenakan baju hitam, mengenakan gelang kaki yang diberi lonceng sehingga berbunyi, atau mengenakan tindik hidung dan sebagainya.

Dengan adanya larangan tabarruj, maka para hijabers, atau seharusnya jilbabers, hendaklah melakukan evaluasi terhadap gaya berkerudung dan menutup auratnya.  Semata menutup aurat belum cukup untuk keluar rumah, melainkan ia harus melengkapinya dengan jilbab dan kerudung yang syar’i.  Tinggalkan keinginan untuk tampil cantik dan modis di hadapan umum, gantikan dengan keinginan untuk cantik kelak di hadapan Allah, saat kita menemui-Nya di surga sebagai balasan ketaatan dan ketundukan kita pada aturan-Nya. []
Home
Copyright © Mye Gucci Urang-kurai