Bulan kembali bersinar, kala matahari pulang ke peraduannya… menjalani ritme kehidupan, waktu demi waktu telah habis tanpa tersisa, besoknya, siang muncul seiring dengan bangunnya matahari, malam datang lagi dengan rembulannya yang begitu mempesona, kadang ia tampak walau sedikit,dan tak jarang juga ia datang dengan wajah fullshinyface , menandakan sebuah kesempurnaan proses telah dan hampir akan berakhir, begitu lagi, terus berulang.
Bagiku kehidupan ibarat datangnya siang dan malam, setiap keadaan pasti akan terus berubah, baik aku sadar atau tidak, fase kehidupan seolah telah di desain oleh Empunya, tapi ku rasa manusia berhak menghapus bagian mana yang tidak ia sukai, dan Empunya tentu lebih berhak lagi, bagian-bagian mana yang bisa di hapus dan bagian mana yang tidak bisa dihapus, semua tergantung Dia, Tuhanku Raja dari Seluruh Alam, Allah Subhanaahuwata’ala.
Aku yakin sebagai abdi Nya, aku harus tunduk pada aturanNYA, baik aku suka atau tidak, sebagai abdi Allah SWT, aku rasa Dia sangat demokratis.. aku di beri ruang untuk menentukan kehidupanku, aku di beri tempat untuk menyampaikan ‘ketidaksukaanku’. Masalah klaim ku diterima / tidak, itu adalah Hak Prerogatifnya Tuhanku.
Tak sedikit hal yang tidak aku sukai, seringkali aku muak meski berusaha bersabar, tak jarang aku pun rapuh meski berusaha tegar, hari demi hari aku bergelut dengan ketidaksukaan, berusaha untuk menaklukkannya ditambah lagi dengan kehidupan sekitar yang terus merongrong adrenalinku semakin meningkatkan speedometer jiwa penantangku, aku tahu saat aku ‘galau’ dengan semua ini, pertanyaan yang selalu terlintas di benakku adalah : “Apa sih yang aku cari?” mencari kesenangan dalam ketidakbahagiaan, mencari kesukaan dalam ketidaksukaan, huh.. “Hebat Banget” itu komentar yang keluar dari pikiranku.
Aku benci dengan hal yang tidak aku sukai, tapi anehnya aku selalu ingin membuat hal itu menjadi kesukaanku, sejujurnya aku benci di nomorduakan, tapi anehnya aku berusaha untuk memilikinya, memilikinya bukan karena aku “membenarkan”, tapi memilikinya untuk “menunjukkan kebenarannya”, kalah untuk menang tak masalah bagiku, benci untuk di cintai alaminya kan begitu, di jauhi untuk mendekati, di caci untuk dipuji, ini hanya satu bagian, ada bagian lain dari ketidaksukaanku aku benci dengan wanita yang mengejar karir, seperti hidup ini kekal selamanya, ia lupa bahwa kehidupan kantor sama dengan kehidupan dunia, hanya sementara. Pada saat yang telah ditentukan ia pasti akan ‘keluar’ pulang dari kantornya.
Berjalannya hidupku seiring jarum jam masa, bergerak maju meninggalkan angka dibelakangnya, setiap detik keadaan pasti berubah, perubahan itu sejatinya hanya Dia yang tahu, walau aku bisa saja punya andil untuk menentukan perubahannya, saat aku sampai pada hal yang aku sukai, saat aku berjumpa dan bernostalgia dengan hal yang aku cintai, senangnya bukan kepalang, membasmi tuntas ‘hal yang tidak aku sukai’ bagaikan ombak sunami menyapu tepi pantai dari lautan,lalu akupun mendambakannya, sama hal nya dengan ketidaksukaanku, yang aku tertantang untuk memilikinya, begitupun dengan hal yang aku sukai, aku pun tertantang untuk memilikinya, aku mendambakan tidak menjadi orang yang dinomorduakan. Aku mendambakan menjadi muslimah yang tidak mengejar karir duniawi, melainkan karir ukhrawi (Istri dan Ibu).
Alangkah bahagianya melihat mereka menghabiskan waktu bersama buah hati, yang mereka lahirkan, merawat, mengasuh dan mendidiknya,bahagia yang tidak bisa di ungkapkan ketika orang yang pertama kali mereka panggil saat mulai belajar bicara adalah “Ummi”, senangnya bercanda ria saat ia terbangun dari lelapnya, saat mandi bahkan memandangnya saat tidur, bukankah kebahagiaan itupun tidak bisa di beli? berbahagialah engkau wahai muslimah yang telah Allah anugerahkan passion menjadi wanita yang tidak mengejar karir duniawi. Beruntungnya engkau wahai muslimah dipimpin seorang imam yang “protektif” mem-protect agar tetap menjadi muslimah yang sesuai dengan fitrahnya, ummun warabbatulbait dan ummu ajyal (ibu dan ibu generasi: Istri, Ibu dan pendidik generasi di luar anak-anaknya), sungguh akupun mendambakannya.. semoga Allah berikan aku jodoh terbaik, dia yang memimpinku di mahligai rumah tangga yang menentukan kemana biduk ini akan berlabuh, dia yang tidak memberi izin keluar rumah kecuali sebagai ummun warabbatulbait dan ummu ajyal, dia yang membimbingku ke surga dengan ‘tangan besinya’, dia yang mengajariku dengan lautan ilmunya, dia yang melindungiku dengan rusuknya yang tidak rela sedikitpun aku tersentuh oleh api nerakaNya, dia yang menafkahiku dengan keringatnya yang Allah lebih dan cukupkan hanya melalui tapak tangannya, dia yang mendoakanku dengan keimanannya, dia yang mengasihi ku hanya semata-mata karenaNya, dia yang memproteksi aku dari godaan kehidupan duniawi yang semakin menebarkan pesonannya, dia yang mengingatkanku dengan lisannya yang penuh hikmah saat aku khilaf, dia yang akan membelaiku dengan lantunan-lantunan ayat-ayat surat cintaNYA, dia yang menjadi tauladanku di setiap gerik dan langkahnya hendaknya menjadi mutiara yang aku miliki. Aamiin YRA.
Di Akhir ke”galauan”ku ini, simplenya aku berfikir begini, ibarat buah yang belum matang pasti belum jatuh ke tanah, mungkin ini saatnya aku menjadi menjadi orang nomor dua, sebelum akhirnya aku maju ke depan berdiri tegak percis di atas panggung “1”, sekarang mungkin wanita yang mengejar karir, sebelum akhirnya aku sampai pada fase “wanita yang tidak mengejar karir duniawi, melainkan karir ukhrawi”. Sekarang waktu nya bercermin dan membenahi nya. Semoga Allah SWT memberikan cermin yang sama dengan diriku, nanti jika waktunya telah sampai, jika telah waktunya sang surya pun akan terbit. Aamiin YRA…